Mengenai Layanan Jasa ini
Menurut Poerbandono dan Djunarsjah (2005), survei batimetri adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh bentuk dasar laut (topografi). Penggambaran dasar perairan (mulai dari pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut sebagai survei batimetri. Tujuan utama survei batimetri adalah keselamatan navigasi. Salah satu metode pengukuran kedalaman laut adalah dengan metode akustik (Gambar dibawah diambil dari ozcoasts.gov.au)
menggunakan echosounder. Alat gema akan menghasilkan gelombang akustik dengan frekuensi tertentu yang memungkinkan untuk menembus medium tertentu, dalam hal ini air. Dalam metode akustik energi listrik diubah menjadi energi mekanik berupa gelombang bunyi. Gelombang suara dipancarkan melalui transducer, dipantulkan oleh dasar laut dan akan diterima kembali oleh tranducer.
Prinsip perhitungan kedalaman pada metode akustik adalah menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali akibat pantulan oleh dasar perairan. Interval waktu tersebut kemudian dikalikan dengan kecepatan gelombang akustik dalam media air. Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk garis kedalaman di echogram dan/atau dalam bentuk digital. Penyimpanan dan tampilan dalam bentuk digital menggunakan perangkat lunak navigasi yang mampu terintegrasi dengan posisi pengukuran. Survei batimetri diawali dengan pembuatan garis survei. Jalur diukur secara mendalam dan direpresentasikan dalam bentuk titik kedalaman. Setiap titik yang diukur memiliki variabel waktu, posisi, dan kedalaman. Posisi dapat diperoleh dengan mengintegrasikan echosounder dengan teknologi navigasi satelit.
Dalam survei batimetri ada ketentuan dasar yang harus dilaksanakan. Ketentuan tersebut dibuat oleh International Hydrographic Organization (IHO) yang diterbitkan dalam bentuk Special Publication Number 44 (SP-44 IHO) Edisi ke-5 Tahun 2008. Ketentuan dalam SP-44 IHO meliputi:
IHO mengklasifikasikan tingkat akurasi survei melalui urutannya. Penentuan tatanan berdasarkan topografi perairan. Perintah Khusus ditujukan untuk lokasi dengan perairan laut yang berbahaya bagi keselamatan pelayaran, Perintah 1a digunakan untuk lokasi dengan kedalaman kurang dari 100 m dan kurang berbahaya untuk pelayaran, Perintah 1b digunakan untuk lokasi dengan kedalaman kurang dari 100 m dan tidak berbahaya bagi safety cruises, dan Order 2 untuk lokasi dengan kedalaman lebih dari 100 m.
Posisi titik-titik kedalaman yang terukur mengacu pada kerangka acuan geosentris ITRF dan sebaiknya menggunakan WGS84. Tingkat kepercayaan posisi ditentukan sebesar 95%. Setiap urutan survei akurasi memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan akurasi horizontal.
Nilai kedalaman kurang dari 200 m harus dikoreksi terhadap pasang surut. Selain itu, setiap benda yang ditemukan selama survei dan dianggap mengganggu keselamatan pelayaran harus dilaporkan posisi dan kedalamannya.