Mengenai Projek ini
Sejarah Kota Bandung
Kota Bandung merupakan salah satu kota terbesar dan terpenting di Indonesia. Kota ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik, dari zaman prasejarah hingga saat ini hari. Sekitar 500.000 tahun yang lalu, kota Bandung merupakan sebuah danau raksasa bernama Danau Bandung Purba. Danau ini terbentuk akibat letusan besar Gunung Sunda Purba dan membentuk Kaldera Sunda. Air di danau ini mulai surut sekitar 16.000 tahun yang lalu setelah letusan Gunung Tangkuban Parahu. Cikahuripan - Cukangrahong - Kawasan Air Terjun Halimun rusak akibat gempa dan longsor.
Kota Bandung didirikan oleh Bupati Bandung ke-9, R.A. Wiranatakusumah II (1794-1829), dikenal sebagai Dalem Kaum. Dia memimpin pembukaan hutan di lahan kosong tepi barat Sungai Cikapundung dan tepi selatan Jalan Raya Pos (sekarang Jalan Asia Afrika) menjadi ibu kota baru Kabupaten Bandung yang sebelumnya di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot). Perkembangan kota ini dipercepat atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1808-1811), yang ingin mempermudah akses ke kantor bupati.
Kota Bandung mendapat julukan Paris van Java yang pertama kali dipopulerkan oleh seorang jurnalis Perancis bernama Louis Couperus pada tahun 1922 karena keindahan dan keindahannya. Kemajuan kota ini pada masa penjajahan Belanda seperti Gedung Merdeka (sekarang Museum Konperensi Asia Afrika), Gedung Sate (sekarang Kantor Gubernur Jawa). West), Villa Isola (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia), dan Hotel Savoy Homann (sekarang Hotel Savoy Homann Bidakara).
Penerapan Sistem Ducting di Kota Bandung
Kota menjadi pusat perkebunan, perdagangan, pendidikan, dan rekreasi para pejabat dan pengusaha Belanda.Pemandangan indah kota Bandung yang dulu disebut Paris van Java kini sedikit terganggu dengan kabel listrik yang mencuat di udara. Selain dari Merusak estetika kota, kabel-kabel ini juga berpotensi menimbulkan bahaya bagi masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kota Bandung (Pemkot) sudah mulai menerapkan sistem ducting, yakni pencopotan kabel utilitas bawah tanah.
Sistem ducting ini sudah tersedia di 13 ruas jalan di Kota Bandung, diantaranya Jalan Ir. H. Djuanda, Jalan RE. Martadinata, Jalan Ahmad Yani, Jalan Naripan, Jalan Sudirman, Jalan Cibadak, Jalan Buahbatu, Jalan Moch Toha, Jalan Kopo, Jalan Wastukancana, Jalan Aceh, Jalan Jakarta dan Jalan Cibaduyut.
Metode Georadar untuk Mendeteksi Utilitas Bawah Permukaan
Salah satu tahapan sebelum menurunkan kabel perlu diperjelas terlebih dahulu apakah ducting bawah tanah yang tersedia sudah terkoneksi dan terintegrasi. Deteksi instalasi saluran bawah tanah yang terbuat dari beton dapat diidentifikasi menggunakan instrumen Georadar atau GPR.
Metode Georadar atau GPR (singkatan dari Ground Penetrating Radar) adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik (EM) sebagai respon terhadap sifat reflektifitas (reflektansi) suatu material. Gelombang EM yang dipancarkan dari pemancar radar, melalui antarmuka (batas) antara dua media (batuan, beton, air, logam, dll.) memiliki nilai sifat fisik yang berbeda. Kemudian gelombang EM dipantulkan kembali dan direkam oleh penerima sebagai sinyal gambar bawah permukaan dan dapat diamati langsung di layar monitor Digital Control Unit.
Baca Juga
Survei Georadar di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) | |
Survei Utilitas Menggunakan Georadar di daerah Sunter-Jakarta | |
Survei Georadar Di PLNE Surabaya |
-
Tahun
2022
-
Layanan Jasa
Survei Georadar
-
Nama Klien
PT Lintas Satu Visi